Juli 2009, saya memulai langkah pertama sebagai siswa SMA Labschool Kebayoran. Melalui masa SMP yang biasa-biasa saja dengan nilai yang biasa-biasa saja juga, sayapun memilih SMA lanjutan dari SMP saya, untuk menjaga status quo.
Hari pertama saya lewati dengan poker face, bukan karena saya sedang main poker, namun karena tidak ada hal yang baru untuk saya. Nametag yang sulit, rambut botak, kakak kelas iseng, dan berbagai hal lain sudah pernah saya alami di SMP. Teman-teman yang berada di sekeliling sayapun bukan muka-muka yang baru, melainkan muka yang sudah saya kenal selama 3 tahun sebelumnya, bahkan ada juga teman lama dari SD dan tempat lainnya. Maka hari pertama berlalu begitu saja tanpa meninggalkan kesan berarti, seperti hari-hari lainnya.
Masa orientasi siswa, atau MOS, adalah kali kedua saya menginjakkan kaki di SMA. Dengan kepala seperti bola ramal, saya menerima arahan tentang dasar-dasar aturan sekolah, budaya labschool, serta pengenalan staff, guru, dan kakak OSIS dan MPK, yang sebagian besar informasinya tidak berubah dari SMP. 3 hari MOS pun berlalu.
Setelah MOS, saya memulai pembelajaran sebagai seorang siswa SMA. Masuk kelas, saya baru sadar bahwa saya berada di kelas percobaan akselarasi, XF. Saya bertemu dengan Yuscha Anindya, teman dari SMP yang saya tidak pernah ingat bagaimana kami berkenalan, lalu ada Andri, Rama, dan belasan lain yang terlalu banyak untuk dijelaskan.
Caksel |
Kejutan datang saat pembelajaran dimulai. Temponya sangat cepat sampai saya terpaksa belajar untuk mengejar ulangan yang biasanya datang dalam 3 pertemuan. Walaupun bisa saya ikuti dengan belajar, saya menyadari bahwa saya tidak menyukai saya yang selalu belajar. Dengan ajakan setan untuk menolak aksel dari Omar, Aya, dan Alvin, sayapun memutuskan untuk menjatuhkan diri ke regular, dengan sedikit perdebatan melawan ibu. Setelah sebulan berada di kelas itu, surat keputusan yang menerima saya di akselarasi dikeluarkan, yang tentunya saya tolak untuk kembali ke hidup yang santai.
Turun dari aksel, sayapun ditawari pilihan kelas-kelas regular. Karena tidak mau sekelas dengan teman baik saya yang mukanya membosankan, saya katakan pada Ibu Yuyun, guru bk, untuk tidak menempatkan saya di XA,B,dan C. Malam harinya, saya menerima sms yang mengatakan saya masuk XE.
Kali pertama saya di XE bukanlah sesuatu yang akan saya banggakan, karena waktu itu Bpk. Fajar menyuruh saya maju ke depan kelas dan menyuruh saya memperkenalkan diri, sementara saya sangat malu dan bersembunyi di belakang pintu, punggung pak fajar, dan hal-hal lain yang pada ujungnya membuat saya ditertawakan dan membuat saya merasa sangat cupu. Setelah beberapa minggu disana, saya masih kesulitan beradaptasi, terutama terhadap wanitanya yang membuat saya salting dan kalau tidak saya kacangin, ya saya pk-in. Namun, seiring berjalannya waktu, sayapun mulai nyaman berada di kelas ini, paling tidak dengan prianya.
XE |
Acara pertama yang dihadapi sebagai siswa SMA labschool adalah PILAR. PILAR adalah acara pesantren kilat yang mewajibkan siswanya untuk menginap selama 3 hari di sekolah dan menjalani kegiatan islami. Karena ini kegiatan angkatan pertama nawastra, yang saat itu masih belum bernama, acara inipun dijalani dengan cukup kaku. Namun setelah kami makin mengetahui teman kami melalui acara menginap tersebut, kamipun menjadi lebih akrab.
Setelah PILAR, Pra-TOpun datang. TO adalah singkatan dari Trip Observasi, sebuah acara dimana siswa pergi ke desa dan membuat penelitian serta merasakan kehidupan desa. Pada Pra-TO, kami dibagi dalam kelompok kecil dan digojlok oleh kakak OSIS. Kami dipersiapkan untuk menjalani program TO. Pada Pra-TO ini, angkatan kami mendapatkan nama “Nawa Drastha Sandyadhira” yang yang berarti “Angkatan 9 yang Bermahkotakan Persatuan Yang Kokoh”. Dengan ketua angkatan umum Nabel, yang didampingi Olaf dan Danto, kami mengelu-elukan nama angkatan kami yang memiliki arti yang sangat unik, dan dapat disingkat menjadi “Nawastra”.
TO dimulai setelahnya. Hal yang mengejutkan pada TO adalah perlakuan kakak kelas OSIS dan MPK yang tidak sekeras dan seketat pada waktu pra-TO. Di TO, saya sejujurnya hanya bermalas-malasan dan minum air kelapa di kebun orang tua asuh saya. Hanya pada saat seperti PKD, surcin, atau penjelajahan, saya turun tangan. Saya juga didampingi oleh kakak osis yang sangat lucu, karena ia trauma terhadap saya. 5 hari TO pun berlalu dengan cepat dan tanpa terasa, kami harus meninggalkan desa Kiara Pedes.
Ahir semester, tahun baru, dan libuar semester berlalu begitu saja tanpa ada hal besar yang terjadi, Alhamdulillah. Setelah hal tersebut, datanglah studi wisata ke bandung. Seluruh kelas X pergi ke bandung dan mengadakan penelitian. Sebagai orang yang agak ansos, sebagian besar dari studi ini saya habiskan di tempat tinggal sudara yang kebetulan berada di bandung. Sementara teman-teman berjalan-jalan di bandung, saya menikmati waktu saya dengan kehidupan rumah, lagi. Beberapa kali saya bergabung kembali dengan teman saat saya dikirimi kabar bahwa saya mulai dicari. Bandung pun saya lewati dengan ngantuk.
Sekitar studi wisata tersebut, saya lupa tepatnya kapan, terjadi sebuah kejadian penting, yaitu first job atau job pertama untuk Lamuru bagi angkatan Nawastra. Memang sudah telat, karena rata-rata kakak kelas sudah melakukan first job saat semester 1. Saya ingat kami berangkat ke SD Asisi Menteng Dalam untuk tampil. Perasaan saya pertama kali deg-degan, takut, tapi ingin berhasil. Campur aduk mungkin kata yang paling tepat untuk merepresentasikan perasaan saya dan 20 teman lainnya siang itu. Pada akhirnya, berjalan lancar.
Di semester dua ini, teman-teman yang berambisi menjadi OSIS mengikuti serangkaian tes dan uji bakat dan kemampuan berorganisasi. Banyak makhluk labil yang mengundurkan diri di beberapa tahap awal, dan sebagian yang serius sedih karena gugur pada seleksinya. Pada ahirnya, sekitar 50 orang terpilih menjadi calon OSIS, yang biasa disebut CAPSIS.
Di akhir semester, setelah selesai UKK(ujian kenaikan kelas), kami dihadapkan pada acara terahir kelas X, yaitu bintama. Bintama adalah acara kerjasama antara labschool dan kopassus dimana siswa peserta harus mengikuti semacam pelatihan atau kamp militer selama 1 minggu di kamp kopassus serang atau batujajar. Pada saat smp, saya sudah pernah mengikuti pelatihan semacam ini dengan nama bimensi, jadi saya tidak takut dan sudah rileks, walaupun sangat malas. Berdasarkan pengalaman bimensi, saya berpikir bahwa bintama akan keras dan menyiksa, namun ternyata tidak separah itu. Pelatih kopassus masih suka bercanda dan bahkan menari dan menyanyi dangdut bersama kami. Sayapun akhirnya menyelesaikan bimensi dengan rasa lega.
Setelah bimensi, datanglah yaumul hisab dengan nama rapot. Saya menerima rapot kelas X dan masuk ke jurusan IPA, yang selalu saya inginkan, atau mungkin hanya karena saya tidak berkemampuan untuk masuk IPS. Saat masuk tahun ajaran baru, saya ditempatkan di XI IPA 1, dengan wali kelas Pak Osa. Awal-awal tahun pembelajaran terasa begitu sepi, karena banyak sekali teman-teman yang absen dari kelas karena mengikuti misi buada ke eropa, atau seleksi OSIS. Dengan kekosongan ini, belajar menjadi lebih khushuk, namun terasa cukup hampa karena biasanya kelas bising. Suasanya ini bertahan selama beberapa bulan hingga ahirnya para petugas misi budaya kembali ke tengah-tengah kelas.
Pada 17 Agustus 2010, calon OSIS angkatan nawastra mengikuti Lalinju. Lalinju adalah sebuah acara penyerahan jabatan OSIS dari yang sedang memegang jabatan, ke adik kelas calon OSISnya. Siswa-siswi semua diwajibkan menonton. Pada akhir acara, OSIS angkatan 9 pun resmi memegang jabatan. OSIS angkatan 9 mengusung nama Dranadaraka Wiraksaka, dan MPK memakai nama Bathara Satya Hayaskara. Menamai OSIS dengan bahasa sansekerta sudah menjadi tradisi labschool dari dulu. Mungkin sedikit dari siswa, bahkan angkatan saya sendiri, yang mengetahui arti nama tersebut, namun nama selalu membuat bangga sebagai identitas.
Pada bulan januari, setelah memasuki semester 2 kelas XI, seluruh nawastra studi tour ke Yogyakarta. Di jogja, kami mengunjungi keraton Yogyakarta, candi prambanan, lalu menonton sendratari dan sosialisasi UGM. Kami juga mengunjungi pabrik jamu PT Air Mancur dan sritext, tempat pembuatan seragam militer yang diekspor ke mancanegara. Pada penghujung acara, kami berkunjung ke SMA Muhammadiyah 1 untuk bersosialisasi. Seperti kelas X, saya menelpon teman saya di Yogyakarta dan menghabiskan banyak sekali waktu di rumahnya, bukan mengikuti program. Kamipun ahirnya pulang ke Jakarta naik pesawat(lagi).
Airport Fashion XII IPA 1 Nawastra |
Kelas 11 bisa dibilang sangat santai, karena banyak program kerja OSIS dengan panitia dari angkatan kami, jadi banyak sekali kelas yang muridnya izin kepanitiaan. Seperti SkyBattle contohnya, banyak sekali yang izin untuk urusan kepanitiaan, mungkin benar kerja, mungkin cuma cabut, tapi hal ini membuat banyak guru tidak masuk kelas dan membuat saya gampang kabur(thx). Saya sendiri tidak pernah tertarik menjadi panitia acara sekolah, karena ada iuran panitia. JIG, Skylite dan acara sky-sky lainnya pun berjalan dan pada ahirnya berpuncak di SkyAvenue.
Pada ahir tahun, saya dihadapkan dengan UKK, yang saya lewati dengan nilai yang mencukupi. Setelah itu selesai, kelas saya sebenarnya mengadakan refleksi ke tanjung lesung, tapi karena berhalangan, saya terpaksa tidak ikut. Jujur, pada saat itu saya merasa ada yang mengganjal karena tidak mengikuti perpisahan. Namun, pengganjal itu hilang saat saya masuk kelas XII.
Kelas XII, saya menemukan diri saya berada di kelas XII IPA 1. Saya pikir lucu juga saya lagi-lagi IPA 1 dan saya menanti siapa teman sekelas saya. Pada saat mengetahui susunan kelas, sayapun tertawa, karena siswa penghuni XII IPA 1 tidak berbeda jauh dengan XI IPA 1, yang membuat saya berpikir, perpisahannya bagaimana itu??
Sekian autobiografi tentang saya selama 2 tahun ke belakang. Semoga bisa bermanfaat.