Saya berasal dari SMPK Ricci 2 di daerah Bintaro. Sekolah saya dulu berbasis agama katolik, sehingga sedikit peminat yang ingin masuk ke Labsky yang agak bernuansa agama Islam. Saya dan ketiga teman saya; Sasha, Bonar dan Ine datang bersama-sama ke Labsky untuk tes penerimaan siswa baru. Saat pertama kali sampai di Labsky, hmm otomatis agak canggung karena merupakan wilayah asing yang belum pernah saya datangi sebelumnya, sehingga kami berempat selalu kemana-mana bersama. Respon pertama saat saya sampai di Labsky adalah...tidak terlalu luas namun rapih. Kondisi saat itu sangat ramai. Dipenuhi oleh anak-anak kelas 9 dengan berbagai seragam. Mulai dari seragam Al-Azhar, Al-Izhar, beberapa sekolah negeri sampai seragam SMP Labsky sendiri. Sedangkan hanya kami berempat yang berasal dari SMP Ricci 2. Saya juga melihat beberapa anak SMA Labsky yang memakai jas berwarna abu-abu muda dan abu-abu tua. Ternyata mereka adalah kakak-kakak OSIS. Dulu saya sangat ingin menjadi OSIS, karena sepertinya seru.
Bel tanda tes akan dimulai pun berbunyi. Saya sudah duduk rapih di bangku paling depan di ruang biologi. Pembimbing tes saya saat itu adalah Ibu Fitri, yang ternyata mengajar mata pelajaran matematika. Sebelum mengerjakan tes tidak lupa saya berdoa memohon kelancaran, kesuksesan dan ketelitian dalam menyelesaikan semua soal yang diberikan. Saat itu saya duduk di sebelah anak perempuan bernama Tika, yang akhirnya diterima di SMA Labsky namun keluar pada kelas 10 karena suatu masalah. Sungguh disayangkan.
Semua tes sudah selesai saya kerjakan. Saya pun dinaungi rasa lega, karena satu lagi beban di kelas 9 sudah saya lalui. Tinggal menunggu hasil yang akan diumumkan di website SMA Labsky. Hal yang bisa saya lakukan saat itu tidak lain tidak bukan adalah berdoa dan berharap karena apapun hasilnya saya tidak dapat mengubah itu. Ternyata doa saya didengar oleh Allah dan saya diterima di SMA Lasbky! Saya sangat senang dan bersyukur pada saat itu. Namun di sisi lain saya agak sedih karena dari kami berempat, hanya saya yang diterima. Ketiga teman saya tidak lolos. Mereka semua pun kecewa. Tapi beberapa hari kemudian, teman saya Sasha dapat diterima di SMA Labsky. Dia sangat senang karena dia sangat ingin masuk ke SMA Labsky. Kami berdua pun selalu bersama-sama dalam menyiapkan berbagai keperluan mulai dari MOS sampai kebutuhan-kebutuhan yang lain.
Awalnya saya termasuk kedalam daftar caksel (calon aksel), namun tidak pernah terlintas dalam pikiran saya untuk masuk aksel karena kepercayaan diri yang rendah, takut saya gagal di aksel. Karena menurut pendapat orang lain, kelas reguler di Labsky saja sudah susah, apalagi aksel? Dengan beban pekerjaan yang sama, namun dengan waktu kerja yang lebih singkat. Apalagi saya bukan orang yang gila belajar, yang bisa berjam-jam berada di depan buku dan semua teman-temannya. Jadi saya putuskan untuk menolak tawaran masuk ke kelas aksel. Demi kelancaran kehidupan SMA saya juga. Daripada keteteran....
Kehidupan SMP pun sudah selesai dan siap tidak siap saya harus membuka lembaran baru ke kehidupan SMA. Di sekolah yang berbeda, teman-teman yang berbeda, sistem yang berbeda dan pastinya tekanan dan tanggung jawab yang berbeda pula; lebih besar dan lebih berat. Seperti di sekolah-sekolah lain juga, ada yang namanya MOS atau Masa Orientasi Siswa. Yaitu tahap awal pengenalan siswa-siswa baru kepada sekolah, yang di Labsky dibimbing oleh kakak-kakak OSIS dan MPK. Sebelum MOS ada yang namanya Pra-MOS, yaitu persiapan sebelum MOS. Banyak sekali hal-hal yang harus saya siapkan, dan pada saat itu saya menyiapkan semuanya bersama Sasha. Mulai dari name tag, bekal yang harus dibawa, dan lain-lain. Saat MOS kita dibagi dalam suatu kelompok yang terdiri dari beberapa orang. Uniknya MOS di Labsky adalah, kita diberi suatu teka-teki tentang bekal apa yang harus kita bawa, jadi kita harus berhasil menebak dan membawa bekal yang tepat. Bila salah, tentu ada hukumannya. Saat MOS juga disuruh membuat name tag, yang menurut saya sangat ribet karena itu adalah pertama kalinya saya membuat name tag seribet itu..... Awalnya name tag saya salah karena saya lupa memberikan border warna hitam dipinggirnya, akhirnya kakak OSIS meminta saya untuk membuat name tag itu lagi. Sungguh melelahkan, karena saya hanya sempat mengejakan name tag itu dalam satu malam dan tanpa bantuan siapapun. Keesokan harinya name tag saya pun jadi dan sudah benar, namun ada kejadian tidak mengenakkan yang membawa berkah. Saya tidak sengaja meninggalkan name tag saya di toilet, dan sialnya ditemukan oleh kakak OSIS. Saya sudah berusaha meminta name tag saya kembali, tapi dia tidak mau mengembalikannya. Sampai pada akhirnya saat diumumkan siapa yang menjadi pemilik name tag terbaik, ternyata itu adalah saya! Ternyata memang perjuangan semalam suntuk membuat name tage tidak sia-sia. Tapi di sisi lain saya juga berpikir, kalau name tag saya idak ketinggalan di toilet, pasti saya tidak akan menjadi pemenang name tag terbaik. Memang selalu ada hikmah dibalik setiap peristiwa.
Satu tahap lagi yaitu MOS sudah berhasil saya lalui, tapi sayangnya masih banyak kegiatan di kelas 10 yang harus saya jalani. Dengan selesainya MOS, kegiatan selanjutnya adalah belajar di kelas. Saya masuk ke kelas 10 E bersama 31 anak yang lain. Awalnya tidak kenal dengan siapa-siapa, tapi seiring dengan berjalannya waktu saya mulai dapat beradaptasi dan mengenal satu per satu anak di kelas tersebut. Wali kelas saya saat kelas 10 adalah Pak Eris, yang menjadi guru olahraga. Pelajaran di kelas 10 termasuk berat menurut saya, karena saya tidak bisa fokus hanya ke mata pelajaran IPA atau IPS saja. Saya masih harus mempelajari berbagai mata pelajaran, dari kedua bidang tersebut. Mulai dari pelajaran ekonomi yang tidak pernah saya mengerti sampai pelajaran biologi yang lumayan saya sukai.
Saya bersama teman-teman kelas 10 E |
Di kelas 10 saya bertemu teman-teman baru, tapi ada satu sahabat yang dekat sekali dengan saya saat kelas 10, yaitu Kharisma. Selama hampir setahun penuh kita selalu duduk bersama. Maka dari itu dari satu kelas, dialah yang paling saya kenal. dan kebetulan rumahnya tidak begitu jauh dari rumah saya, jadi bisa pulang bersama-sama. Pada bulan ramadhan Labsky mengadakan sanlat (pesantren kilat). Di angkatan saya sanlat diadakan di sekolah. Namun sayang sekali saya dan Kharisma tidak dapat mengikuti kegiatan sanlat di tahun ini karena sakit. Waktu itu saya sakit campak dan Kharisma sinusitis sampai pusing-pusing. Alhasil kami harus ikut sanlat dengan angkatan selanjutnya tahun depan.
Kegiatan selanjutnya selain pembelajaran di dalam kelas adalah TO (Trip Observasi) yang diadakan pada pertengahan bulan Oktober. Kegiatan ini adalah kegiatan observasi yang kita lakukan di Purwakarta. Pada kegiatan TO ini angkatan saya dibagi menjadi beberapa kelompok yang satu kelompoknya beranggotakan sekitar 8-10 orang. Masing-masing kelompok diberi nama tari-tarian tradisional Indonesia. Saya masuk ke dalam kelompok Pukat yang beranggotakan 9 orang, yaitu saya, Adipa; sebagai ketua, Riri, Nira, Denira, Resty, Kak Shaby, Dyo, dan Okti. Sebelum TO ada yang namanya Pra-TO, yaitu tahap kita mempersiapkan segala kebutuhan yang diperlukan untuk TO yang diadakan selama 3 hari. Mulai dari membuat name tag sampai acara masak-masak. Kegiatan kami saat Pra-TO sangatlah padat. Kami harus bangun pagi-pagi sekali untuk mengikuti lari pagi yang dari hari ke hari jaraknya semakin jauh. Lalu kami juga harus mengecat tongkat TO yang terbuat dari bambu sesuai dengan pola yang diberikan oleh kakak-kakak OSIS. Tapi yang mengecat tidak seluruh anggota, ada sebagian yang membuat name tag (dengan tingkat yang lebih susah dibanding name tag MOS pastinya). Pada tahap Pra-TO ini juga ditentukan siapa ketua angkatan, nama angkatan kami dan yel-yel angkatan. Akhirnya diputuskan bahwa nama angkatan saya adalah Nawastra, singkatan dari Nawadrastha Sandyadira yang memiliki arti 'angkatan 9 yang bermahkotakan persatuan yang kokoh'. Ketua angkatan Nawastra adalah Nabel, Olaf dan Danto. Kakak-kakak OSIS juga mengajarkan yel-yel angkatan kepada kami. Saat harus memperagakan yel-yel angkatan untuk pertama kali terasa sangat menyenangkan, walaupun bercampur rasa malu juga. Setelah 3 hari menjalani Pra-TO akhirnya kami siap untuk berangkat ke Purwakarta dengan bis. Kegiatan TO berlangsung selama 5 hari. Masing-masing kelompok tinggal di satu rumah didampingi oleh 2 kakak OSIS, 1 guru pembimbing dan pemilik rumah itu sendiri. Disana kegiatannya sangat padat, mulai dari mengumpulkan data untuk makalah TO, membantu pekerjaan sang pemilik rumah, penjelajahan, mengumpulkan pita agar menjadi kelompok terbaik sampai pentas seni yang diadakan di lapangan terdekat. TO merupakan suatu kegiatan yang sangat baik untuk meningkatkan kekompakan dan untuk saling mengenal tiap-tiap orang dari suatu angkatan. Kegiatan yang sangat menyenangkan dan bermanfaat.
Saya bersama teman-teman Nawastra |
Setelah kegiatan TO selesai saya kembali belajar seperti biasa. Lalu pada bulan Januari 2010 diadakan kegiatan studi lapangan di Bandung. Saya berangkat dari sekolah naik bis bersama teman-teman Nawastra yang lain. Kegiatan di Bandung bermacam-macam namun tetap mengandung pembelajaran. Saya mengunjungi museum, balai inseminasi buatan dan berbagai tempat yang lain. Tapi saat teman-teman yang lain berkunjung ke Ciater lalu pulang, saya, Cintya, Tika dan Raras tidak ikut karena kami berencana untuk menetap di Bandung dua malam lagi. Kami menginap di apartemen milik orang tua Tika di daerah Ciumbuleuit. Lalu keesokan harinya kami melakukan perjalanan ke daerah Dago untuk belanja dan membeli oleh-oleh. Keesokan harinya lagi kami berkunjung ke rumah salah satu saudara dari Tika lalu pulang menuju ke Jakarta diantar ayahnya Tika.
Sepulang dari Bandung, hari-hariku berjalan seperti biasa. Belajar-mengerjakan tugas-belajar lagi-mengerjakan tugas lagi. Sampai akhirnya UKK lalu ada kegiatan kemiliteran bernama Bintama yang diadakan di Serang dibawah bimbingan Kopassus. Sungguh 6 hari yang menyiksa. Saya dan teman-teman Nawastra yang lain berangkat naik bis ke Serang. Sesampainya disana, para tentara sudah menyambut kami dengan tegas. Ini merupakan pengalaman pertama saya dnegan hal-hal yang berbau militer, jadi menurut saya agak menyeramkan dan menegangkan. Pertama-tama kami diminta untuk berbaris, lalu dibagi menjadi beberapa kelompok. Lalu kami dibawa masuk untuk cek kesehatan terlebih dahulu. Saat sedang cek kesehatan, saya menunjukkan jempol kaki saya yang luka karena saya memotong kukunya terlalu pendek. Sang pemeriksa kesehatan pun menyarankan saya untuk memberi betadine pada jempol kaki saya. Namun seiring dengan berjalannya waktu, jempol kaki saya terasa semakin sakit. Akhirnya pada hari kedua saat sedang baris-berbaris menuju barak, saya izin naik ambulans untuk memeriksakan jempol saya. Sesampainya di tempat pemeriksaan kesehatan, ternyata kuku saya tumbuh masuk sampai menusuk ke daging, pantas saja sakit sekali. Akhirnya diputuskan untuk mencabut kuku yang masuk ke daging. Awalnya mereka menyarankan untuk mencabut semua kuku di jempol kaki kiri saya, tapi saya menolak. Dengan penuh keberanian saya melakukan 'operasi kecil' tersebut. Padahal sudah dibius lokal oleh sang tentara, tapi saya tidak tahan menahan sakit sehingga saya teriak kencang sekali sampai menangis. Teman-teman yang berada di kamar lain merasa bingung. Setelah operasi kecil tersebut selesai saya sangat lega, walaupun mata masih sembab karena menangis kencang sekali. Lalu saya dipersilahkan tidur di suatu kamar bersama teman-teman yang lain. Nah, karena tragedi jempol itulah, saya bisa dibilang tidak merasakan Bintama yang sebenarnya. Karena sepanjang 6 hari disana, saya tidak mengikuti kegiatan yang diadakan; kecuali makan bersama. Saya kemana-mana menggunakan sandal jepit dan menggunakan ambulans. Namun memang lagi-lagi ada hikmah dibalik setiap peristiwa, dengan tidak ikutnya saya di berbagai kegiatan, saya dapat berbagi cerita dengan beberapa pelatih. Ternyata mereka orang-orang yang menyenangkan dan punya sangat banyak pengalaman. Bahkan sampai ada pelatih yang bisa sulap, namanya adalah pelatih Agus. Perban di jempol kaki saya juga selalu rutin diganti oleh pelatih Suherman, saya sangat berterimakasih kepada beliau. Hari-hari saya di Serang pun menjadi menyenangkan, sampai akhirnya tiba saatnya saya harus pulang. Sungguh pengalaman yang tidak terlupakan.
Kehidupan kelas 10 pun berakhir, dan saya siap menyambut kehidupan kelas 11. Tapi sebelumnya ada kegiatan yang namanya Skylite, yaitu acara penggalangan dana untuk Skyavenue. Nah, selama liburan kenaikan kelas saya berlatih drama untuk tampil di Skylite sebagai salah satu tokoh bernama Sharazad. Seluruh proses menuju Skylite sangat menyenangkan dan tidak terlupakan. Kehidupan kelas 11 ternyata agak lebih santai dibanding kelas 11, karena lebih terfokus untuk IPA atau IPS saja. Saya masuk ke kelas IPA 3 bersama teman-teman yang berbeda dengan kelas 10. Kegiatan selanjutnya adalah Skyavenue yang merupakan kegiatan terbesar dari suatu angkatan. Tapi saat itu bukan Skyavenue angkatan saya, jadi saya tidak terlalu banyak terlibat di dalamnya. Selanjutnya ada kegiatan yang bernama Skybattle yang diadakan pada februari 2011. Nah, Skybattle kali itu adalah kegiatan yang diselenggarakan angkatan saya dan saya menjadi seksi dana, jadi tugas saya adalah untuk mencari dana sebanyak-banyaknya. Salah satu caranya adalah dengan berjualan kue-kue kecil. Tidak pernah absen saya dan teman sekelas saya Gitasha membawa kotak berisi kue-kue kecil dan rumball ke kelas. Untungnya sangat laku, walaupun banyak yang menghutang, tapi tidak apa-apa yang penting akan dilunasi. Kegiatan Skybattle saat itu berjalan sangat sukses dan tanpa hambatan yang berarti. Sebelum Skybattle ada studi lapangan lagi, tapi kali ini saya pergi ke Jogjakarta. Sangat menyenangkan berjalan-jalan di kota Jogjakarta.
Saya bersama Abon & Vinny di Skylite |
Saya bersama teman-teman kelas 11 IPA 3 |
Saya bersama teman-teman di Jogja |
Kegiatan selanjutnya adalah Skyavenue yang diselenggarakan pada akhir bulan Juli 2011. Kali ini saya kembali menjadi seksi dana. Namun kali ini tanggung jawabnya lebih berat karena dana yang dibutuhkan pun jauh lebih besar dibanding Skybattle. Mulai dari hanya berjualan kue-kue kecil, menjual arang bekas, sampai menyebar proposal untuk meminta uang donatur. Melelahkan memang, tapi sangat menyenangkan. Dan banyak pembelajaran yang bisa saya dapat dari proses menuju Skyavenue. Kegiatan terbesar ini juga merupakan akhir dari semua rangkaian kegiatan diluar kelas. Selebihnya saya harus mempersiapkan diri untuk berbagai tes masuk universitas dan ujian-ujian. Sungguh pengalaman yang sangat berharga dan tidak terlupakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar