Kamis, 08 September 2011

Dua Tahun di Labsky, Sebuah Autobiografi.


Pada tahun 2009, tepatnya pada tanggal 13 Juli 2009, saya memilih sebuah sekolah di daerah Jakarta Selatan menjadi sekolah lanjutan untuk studi saya. Saya berhasil lulus dari SMP Labschool Kebayoran dengan nilai cukup memuaskan. Meskipun NEM saya tidak terlalu tinggi, namun saya cukup bangga dengan apa yang saya dapat. Saya memutuskan untuk melanjutkan studi saya ke SMA yang sama, yaitu SMA Labschool Kebayoran.
                Perasaan pertama saat saya masuk SMA, sangat biasa. Mungkin karena daerah yang saya masuki sekarang tidak terlalu asing lagi, karena saya sudah 3 tahun di SMP dan daerah yang saya jajaki kurang lebih sama. Saya pun tidak kaget dengan pemotongan rambut dan nametag yang rumit, karena sedari SMP sudah saya lewati itu. Saya pun banyak bertemu dengan teman-teman lama dari SMP yang memutuskan untuk masuk ke SMA yang sama. Saya juga bertemu beberapa teman-teman dari SD saya terdahulu. Saya merasa tenang bersekolah disini.
                Hari pertama sekolah, seperti kebanyakan sekolah lain di Jakarta, adalah Masa Orientasi Siswa. Disini kami siswa kelas X diberi pengarahan tentang dasar-dasar sekolah, aturan-aturan yang harus ditepati, dan pengenalan kakak-kakak OSIS dan MPK yang berperan besar dalam aktivitas non-akademik. Saya sudah mengetahui informasi-informasi itu sebelumnya, mengingat saya memiliki 2 kakak yang bersekolah di SMA yang sama dan mereka sering bercerita kepada saya betapa rumitnya lika-liku MOS dan peraturan sekolah, saya jalani dengan biasa. MOS pun berjalan selama 3 hari.
                Namun, ada yang unik dan beda. Pertama, peraturan SMA tidak seketat yang saya kira ketika di SMP. Mungkin karena kami dianggap lebih dewasa dan bisa mengambil keputusan sendiri. Kedua, atas kemauan orangtua saya, saya dimasukkan ke kelas khusus, yakni kelas Akselerasi. Awalnya saya menentang kemauan orangtua saya, namun ketika saya mengetahui itu hanya masa percobaan selama satu bulan, saya ikut saja dulu, toh mengapa tidak dicoba.
                Ternyata, sesuai yang saya duga, kehidupan di kelas akselerasi (biasanya disebut kelas XF) sangat cepat. Materi sudah dihabiskan dalam satu-dua pertemuan, setelah itu ulangan. Saya tidak merasa kesulitan dengan materinya, namun saya tahu perlahan saya pasti tidak akan bisa mengikuti kecepatan ini. Ketika sebulan berlalu, saya dinyatakan lulus dan boleh memilih antara melanjutkan di kelas akselerasi, atau turun ke kelas regular. Sempat terjadi perdebatan antara saya dan orangtua, dimana saya lebih memilih kelas regular.
Akhirnya orangtua saya mengalah, dan saya turun ke kelas regular, dengan janji saya akan mencetak prestasi di kelas regular. Saya bersama sekian teman lainnya yang ikut memutuskan untuk mundur terpisah di kelas masing-masing, dan saya ditempatkan di kelas XB. Perasaan saya deg-degan, karena rata-rata murid di kelas akselerasi adalah murid-murid dari SMP yang sudah saya kenal, sementara murid kelas regular banyak sekali yang dari sekolah luar. Namun saya memutuskan untuk tetap tenang dan memperkenalkan diri.
                Satu-dua minggu pun berlalu. Saya masih memiliki kesulitan untuk beradaptasi dengan kelas XB. Saya hanya mengobrol akrab dengan teman-teman dari SMP. Namun, seiring waktu berlalu, saya menemukan banyak teman-teman yang seru, seperti Heza, Fajar, Mugi, Aksa, dan lain-lain. Saya akhirnya merasa nyaman berada di kelas ini.
                Bisa dibilang, kelas XB merupakan kelas yang dianggap “special” oleh guru-guru, sehingga kami kedatangan seorang murid AFS dari Amerika bernama Omar Hashwi. Kami sempat canggung berbicara dengannya, karena dia sama sekali tidak bisa berbicara bahasa Indonesia. Perlahan tapi pasti kami mulai mengajaknya main, ke kantin, makan, dan sebagainya. Akhirnya, Omar pun bisa akrab dengan kami. Hari-hari di XB pun tak terasa hambar dan statis seperti kelas-kelas lainnya, karena kami terus mendapat murid-murid pindahan baru yang masuk kelas kami seperti Nendra, Nadin, dan Nashir. Kelas kami selalu ribut dan berisik jika sudah penuh. Maklum, masih kelas X kami masih terbawa suasana SMP yang serba menyenangkan dan mengasyikkan.       
UTS pun datang, saya merasa takut, karena subjek yang harus kami pelajari sangat banyak. Karena masih kelas X, kami masih mempelajari materi IPA dan IPS. Saya berhasil melewati ulangan terprogram pertama saya di sekolah ini dengan baik. Meski banyak nilai yang harus dilalui dengan proses remedial, namun saya jalani itu semua dengan perlahan, dengan target ingin masuk IPA.
                Setelah UTS selesai, kami angkatan 9 dihadapkan dengan Pra-TO, yaitu arahan-arahan dan keperluan yang dibutuhkan sebelum menjalani program TO. Bisa dibilang kami semacam digojlok oleh kakak kelas OSIS pada saat itu. Kebetulan saya menjadi ketua kelompok TO saya sendiri, yaitu kelompok 9 yang berjudul Dayak. Kelompok kami beranggotakan saya, Astrid, Adnan, Ferdie, Nalika, Tika, Yuhko, dan Ayesh. Pra-TO pun selesai dengan ditandainya selesai pembagian rapor bayangan dan sempat terjadi gempa yang menghebohkan orangtua kami yang pada saat itu sedang mengambil rapor.
                Kami, angkatan 9 pun mendapatkan nama angkatan dan ketua angkatan kami. Nawa Drastha Sandyadira yang berarti “Angkatan 9 yang Bermahkotakan Persatuan Yang Kokoh.” Ketua angkatan umum kami adalah Nabel, sementara ketua lainnya adalah Olaf dan Danto. Kami sangat bangga dengan angkatan kami yang memiliki arti yang sangat unik, dan dapat disingkat menjadi “Nawastra”.
                Terjadi suatu hal dimana Yuhko, salah seorang anggota kelompok kami harus pindah sekolah karena merasa tidak cocok dengan Labschool Kebayoran. Akhirnya Yuhko pun meninggalkan sekolah sesaat setelah Pra-TO berakhir. Saya sebagai ketua merasa sedikit kehilangan, karena berkurangnya satu anggota berarti besar untuk kami.
                TO pun mulai. Awalnya saya kaget, karena perlakuan kakak kelas OSIS dan MPK tidak sekeras dan seketat pada waktu pra-TO. Malah bisa dibilang kami akrab dengan mereka masing-masing. TO saat menyenangkan, apalagi pada saat membuat surat cinta, melakukan penjelajahan, memasak dan jaga vendel bersama teman-teman, dan lain-lain. Tak terasa 5 hari pun berlalu begitu cepat, kami meninggalkan desa yang kami tempati saat TO.
                Bulan berlalu, hari-hari berlalu. Saya tertarik pada sebuah komunitas perkusi di sekolah bernama Lamuru. Awalnya saya tidak ingin mengikuti komunitas tersebut, bahkan saya tidak datang pada beberapa acara penting dan pertemuan pertama. Namun saya lakukan yang saya bisa untuk bergabung dan berlatih sekuat kemampuan saya.
Tiba saatnya kami menghadapi UAS (Ujian Akhir Semester) pada bulan Desember. Saya ingin sekali mencapai nilai bagus saat kelas X, namun apadaya, saya hanya mendapatkan rangking 6 di kelas. Rangking tersebut sudah sangat bagus menurut saya, karena dari 33 orang saya berhasil mendapatkan peringkat tersebut.
                Pergantian semester pun dimulai. Liburan sekolah pada tahun 2009-2010 tidak berarti apa-apa buat saya, karena memang tidak terjadi apa-apa. Sempat ada Study Tour angkatan yang berkunjung ke Bandung, disana kami menikmati waktu kami bersama-sama. Sebenarnya, Study Tour ke Bandung ini adalah pengalaman saya pertama ke Bandung sama sekali. Awalnya saya tidak merasa tertarik, namun mengikuti saran teman dan mengunjungi tempat-tempat menyenangkan, saya kembali bersemangat. Saya dan beberapa teman-teman mengunjungi daerah Braga pada saat waktu bebas, dan disana saya benar-benar merasakan mengapa Bandung sering dijadikan tempat pelarian masyarakat Jakarta, karena suasananya yang benar-benar nyaman. Saya pulang dari Bandung dengan rasa gembira.
                Semester 2 kelas X menjadi fase yang penting buat saya. Saya berusaha lebih lagi karena semester sebelumnya saya tidak mencetak hasil yang begitu maksimal. Semua hal saya lewati, dari ujian, canda tawa, ulangan, dan segala kejadian yang aneh-aneh tapi membuat kenangan yang sangat berbekas di hati, di kelas XB. 
XB, 2010, perpisahan Omar kembali ke Amerika.
  Lamuru Nawastra 2010, first job.
Di semester 2 juga terjadi sebuah kejadian penting, yaitu first job atau job pertama untuk Lamuru bagi angkatan Nawastra. Memang sudah telat, karena rata-rata kakak kelas sudah melakukan first job saat semester 1. Saya ingat kami berangkat ke SD Asisi Menteng Dalam untuk tampil. Perasaan saya pertama kali deg-degan, takut, tapi ingin berhasil. Campur aduk mungkin kata yang paling tepat untuk merepresentasikan perasaan saya dan 20 teman lainnya siang itu. Pada akhirnya, berjalan lancar.
Semester 2 juga menjadi ajang bagi teman-teman saya untuk berlomba menjadi pengurus OSIS dan MPK. Mereka melewati serangkaian tes dan ujian yang menguji bakat dan kemampuan berbicara. 50 teman saya terpilih menjadi calon pengurus OSIS, atau yang biasa disingkat CAPSIS. Saya sendiri tidak pernah tertarik untuk mengikuti kegiatan semacam itu, karena memang saya tidak ingin.
Saat Ujian Kenaikan Kelas selesai, kami pun melaksanakan satu kegiatan kelas X yang terakhir, yaitu Bintama. Saya sudah pernah mengalami hal yang mirip dengan Bintama sebelumnya, yaitu Bimensi. Meskipun saya agak takut untuk menjalani Bintama, namun saya tetap melaluinya. Ternyata tidak seperti yang saya bayangkan. Dahulu, Bimensi begitu keras dan menyiksa. Namun ketika Bintama, saya tidak merasakan seperti yang saya rasakan ketika Bimensi. Saya menyelesaikan Bintama dengan rasa bangga, dan menikmati masa-masa terakhir kelas X.
Tahun ajaran baru pun dimulai, dan saya berhasil masuk ke kelas XI IPA 2. Karena teman saya banyak yang menjadi CAPSIS dan mengikuti kakak OSIS untuk pelantikan MOS kelas 10. Beberapa teman saya pun ada yang mengikuti Misi Pertukaran Budaya ke Eropa, maka kelas saya menjadi sangat sepi. Belajar pun jadi lebih konsentrasi, meskipun kami harus bertahan dengan kondisi “unik” seperti ini.

Beberapa fase telah saya lalui. Mulai dari selesainya Lari Lintas Juang yang menandakan bahwa kakak-kakak kelas 12 harus menanggalkan jabatan OSIS mereka dan digantikan oleh teman-teman saya. OSIS angkatan saya bernama Dranadaraka Wiraksaka, dan MPK bernama Bathara Satya Hayaskara. Sejujurnya saya tidak terlalu mengerti arti dari kedua nama tersebut, tapi ditulis dalam bahasa Sansekerta saja sudah memberikan arti yang unik, karena itu sangat cirri khas Labschool Kebayoran.
Kelas 11 pun jauh lebih santai dari kelas 10. Disaat kelas 10 harus belajar mati-matian demi jurusan yang diinginkan, kelas 11 malah lebih santai, difokuskan kepada kegiatan-kegiatan non akademis macam Skybattle 2011, JIG 2011, Skylite, dan Sky Avenue 2011, sebagai titik kulminasi proker-proker tersebut. Saya sendiri meskipun bukan anggota OSIS ataupun MPK terlibat sebagai kepanitiaan dalam acara-acara tersebut. Kegiatan tersebut memberi pengalaman dan kesan berbeda untuk saya.
Kelas 11 pun penuh dihiasi dengan canda tawa dan suka duka, seperti kelas 10. Meskipun tidak seribut dan seheboh kelas 10, tapi saya berpikir, tidak semua hal yang menyenangkan itu sama. Terbukti, kelas 11 IPA 2 membawa tawa dan riuh dengan gaya mereka sendiri. Saya melewati hari-hari dengan tekun dibawah bimbingan guru Kimia kelas 10, Pak Yusuf Effendi. Maklum, kami semua sangat takut dengan beliau waktu kelas 10, namun ketika beliau menjadi wali kelas kami, sikapnya sangat berubah 180 derajat. Beliau sangat baik. Berbeda sekali pada waktu kelas 10.
Di kelas 11 ini, saya berhasil memegang janji saya terhadap orangtua saya, yaitu meraih prestasi di kelas regular. Saya berhasil mencapai ranking 1 di semester 1, dan ranking 2 di semester 2, hal yang sangat sulit dicapai untuk takaran SMA. Saya pun juga memenangkan berbagai macam perlombaan non-akademis, seperti Spelling Bee, Speech Contest untuk Hari Anak Membaca Jakarta, dan lain-lain. Saya merasa sangat puas dan bangga telah memegang apa yang saya janjikan untuk orangtua saya 2 tahun yang lalu. Alhamdulillah.
Sekarang saatnya kelas 12. Saya berhasil masuk ke kelas 12 IPA 1. Meskipun sebagian besar siswa dan siswi kelas ini belum pernah satu kelas dengan saya, namun saya berusaha maksimal untuk beradaptasi. Saya pun ditunjuk menjadi ketua kelas, dengan wali kelas Bpk. Asep Sarmaji. Sudah tiba saatnya saya berhenti main-main. Saya harus belajar tekun demi mencapai universitas yang saya inginkan. Teman-teman saya pun pasti merasa hal yang sama. Dengan kelas ini, saya akan terus berusaha meraih prestasi dan belajar dengan giat. Semoga kami semua masuk universitas dan perguruan tinggi yang cocok dan kami inginkan, amin.
XI IPA 2, 2011, Lari Jum'at Terakhir
 Lamuru Nawastra, 2011, Buka Puasa Bersama.
Saya(kanan) bersama Nadya Amalia, 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar